BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 24 Desember 2010

Gerontik

 Psikogeriatri
Pendahuluan

Psikogeriatri atau psikiatri geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mamperhatikan pencegahan, dignosis, dan terapi gangguan fisik dan psikologik atau psikiatrik pada lanjut usia. Saat ini disiplin ini sudah berkembang menjadi suatu cabang psikiatri, analog dengan psikiatri anak (Brockleuhurst, Allen, 1987). Diagnosis dan terapi gangguan mentalantara patogenesis  dan patofisiologi gangguan mental antara patogenesis dewasa muda dan lanjut usia (Weinberg, 1995; Kolb-Brodie 1982). Faktor penyulit pada lanjut usia juga perlu dipertimbangkan, antara lain sering adanya penyakit dan kecacatan medis kronis penyerta,  pemakaian banyak obat (polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan kognitif (Weinberg, 1995; Gunadi,1984). 

Sehubungan dengan meningkatnya populasi usia lanjut, perlu mulai dipertimbangkan adanya pelayanan psikogeriatri dirumah sakit yang cukup besar. Bangsal akut, kronis dan day hospital merupakan tiga layanan yang mungkin harus sudah mulai difikirkan (Brockleuhurt, Allen, 1987). Tentang bagaimana kerjasama antara bidang psikogeriatri dan geriatri dapat  dilihat pada bab mengenai pelayanan kesehatan pada usia lanjut.


Pemeriksaan psikiatrik pada usia lanjut
    Penggalian riwayat psikiatrik dan pemeriksaan status mental pada penderita usia lanjut harus mengikuti format yang sama dengan yang berlaku pada dewasa muda. Karena tingginya privalensi gangguan kognitif pada usia lanjut, dokter/calon dokter harus menentukan apakah penderita mengerti sift dan tujuan pemeriksaan. Jika penderita mengalami gangguan kognitif, riwayat pra-morbid dan riwayat sakit harus didapatkan dari anggota keluarga atau mereka yang merawatnya. Namun, penderita juga tetap harus diperiksa tersendiri (walaupun terlihat adanya gangguan yang jelas) untuk mempertahankan privasi hubungan dokter dan penderita dan untuk menggali adakah pikiran bunuh diri atau gagasan paranoid dari penderita yang mungkin tidak di ungkapkan dengan kehadiran sanak saudara atau seorang perawat (Kaplan et al 1997; Hamillton, 1985)

Riwayat Psikiatrik
   Bisa didaptkan dari alo- atau oto- anamnesis. Riwaya psikiatrik lengkap termasuk identifikasi awal (nama, usia, jenis kelamin, status perkawinan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu (termasuk gangguan fisik yang pernah diderita), riwayat pribadi dan riwayat keluarga. Pemakaian obat (termasuk obat yang dibeli bebas), yang sedang atau pernah digunakan penderita juga penting untuk diketahui.

   Penderita yang berusia diatas 65 tahun (atau diatas 60 tahun di asia) sering memiliki keluhan subyektif adanya gangguan daya ingat yang ringan, seperti tidak dapat mengingat kembali nama orang atau keliru meletakkan benda-benda. Gangguan daya ingat yang berhubungan dengan usia tersebut perlu dibedakan dengan adanya kecemasan pada saat dilakukan pemeriksaan/wawancara (Weinberg, 1995 ; Hamilton, 1985). Riwayat medis penderita harus meliputi semua penyakit berat, terutama gangguan kejang, kehilangan kesadaran, nyeri kepala, masalah penglihatan dan kehilangan pendengaran. Riwayat pengguanaan alkohol dan pemakaian zat yang lama perlu diketahui karena bisa menyebabkan kelainan saat ini (Kolb-Brodie, 1982;Kaplan et al,1997; Dir kes Wa, 1982)


   Riwayat kanak-kanak, remaja dan dewasa dari penderita dapat memberikan informasi tentang kepribadian pramorbidnya dan memberikan pentunjuk penting tenteng stategi cara dan mekanisme pertahanan jiwa yang mungkin diguanakan oleh penderita usia lanjut tersebut dalam keadaan stres. Riwayat ketidak mampuan belajar adanya disfungsi serebral minimal perlu dicari karna mempunyai arti bermakna (Weinberg 1995; Am.Psych.Ass,1987).


  Hubungan dengan teman-teman, olahraga, hobi, aktivitas khusus dan pekerjaan juga perlu ditanyakan secara rinci. Riwayat pekerjaan harus termasuk perasaan penderita tentang pekerjaannya, hubungan dengan teman sekerja, masalah dengan atasan, riwayat ganti-ganti pekerjan dan sikap terhadap pensiun. Kepada penderita juga harus ditanyakan tentang rencana masa depan. Apa harapan dan kecemasan/ketakutan penderita (Weinber, 1995 ; Gunadi, 1984; Dir Kes Wa, 1982).


   Riwayat keluarga harus termsuk penjelasan tentang sikap orang tua penderita dan adaptasi terhadap ketuaan mereka. Jika mungkin informasi tentang kematian orang tua, riwayat gangguan jiwa dalam keluarga. 


   Situasi penderita sekarang harus dinilai. Siapa yang merawat penderita, apakah penderita mempunyai anak. Bagaimana karakteristik hubungan orang tua-anak. Riwayat sosial ekonomi dipakai untuk menilai peran ekonomi dalam megelola penyakit penderita dan membuat anjuran terapi yang realistik (Gunadi, 1982 ; Kaplan et al, 1997).


   Riwayat perkawinan, termasuk penjelasan tentang pasangan hidup dan karakteristik hubungan. Jika penderita janda atau duda, Harus digali bagaimana rasa duka citanya dulu saat ditinggal mati oleh pasangannya. Jika kehilangan pasangan hidup terjadi dalam satu tahun terakhir, penderita dalam keadaan resiko tinggi mengalami peristiwa fisik atau psikologik yang merugikan (Dir Kes Wa, 1982).


   Riwayat seksual penderita termasuk aktivitas sosial, orientasi libido, masturbasi, hubunga gelap diluar perkawinan dan gejala disfungsi seksual (Dir Kes Wa, 1982).


Pemeriksaan Status Mental
    Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderrita berfikir (proses pikir), merasakan dan bertingkah laku selam pemeriksaan. Keadaan umum penderita adalah termasuk penampilan, aktivitas psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktivitas bicara.


     Gangguan motorik, antara lain gaya berjalan menyeret, posisi tubuh membungkuk, gerakan jari seperti memilin pil, tremor dan asimetri tubuh perlu dicatat (Kaplan et al, 1997). Banyak penderita depresi mungkin lambat dalam bicara dan gerakannya. Wajah seperti topeng terdapat pada penderita penyakit parkinson (Kaplan et al,1997; Hamilton, 1985)


     Bicara penderita dalam keadaan keadaan teragitasi dan camas mungkin tertekan. Keluar air mata dan menangis ditemukan pada gangguan depresi dan gangguan kognitif, terutama jika penderita merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa (Weinberg, 1995; Kaplan et al, 1997 ; Hamilton,1985). Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita menderita gangguan pendengaran, misalnya selalu minta pertanyaan diulang harus dicatat (Gunadi,1984).


   Sikap penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama, curiga, bertahan dan tak berterima kasihdapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya reaksitransferensi. Penderita lanjut usia dapat berreaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah tokoh yang lebih tua, tidak peduli terhadap adanya perbedaan usia (Weinberg, 1995 ; Laitman, 1990).


Penilaian Fungsi
   Penderita lanjut usia harus diperiksa tentang kemampuan mereka untuk mempertahankan kemandirian dan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas tersebut adalah termasuk ke toilet, menyiapkan makanan, berpakaian, berdandan dan makan. Derajat kemampuan fungsional dalam perilaku sehari-hari adalah suatu pertimbangan penting dalam menyusun rencana terapi selanjutnya (Weinberg,1995 ; Laitman, 1990).


Mood, Perasaan dan Afek
    Di negara lain, bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian pada golonga usia lanjut. Oleh karenanya pemeriksaan ide bunuh diri pada penderita lanjut usia sangat penting. Perasaan kesepian, tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala depresi. Kesepian merupakan alasan yang peling sering dinyatakan oleh para lanjut usia yang ingin bunuh diri. Depresi merupakan resiko yang tinggi untuk bunuh diri (Weinberg, 1995  Kolb-Brodie, 1982; Gunadi,1984; Kaplan et al,1997). Pemeriksa harus secara spesifik menanyakan tentang adanya pikiran bunuh diri, apakah penderita merasa kehidupannya tidak berharga lagi, apakah ia merasa lebih baik mati atau jika mati tidak membebani orang lain.


    Gangguan pada keadaan mood, terutama depresi dan kecemasan dapat mengganggu daya ingat. Suatu mood yang meningkat (ekspansif) atau euforia mungkin menyatakan suatu episode manik atau mungkin merupakan suatu bagian dari depresi (Weinberg, 1995; Kolb-Brodie, 1982 ).


    Afek penderita mungkin datar, tumpul, dangkal sesuai atau tidak sesuai, yang dapat  menyatakan apakah terdapat suatu gangguan depresif, skizofrenia, kecemasan atau disfungsi otak. Afek merupakan temuan abnormal yang penting, walaupun tidak patognomonik dari gangguan spesifik (Hamilton, 1985).


Gangguan Persepsi
     Halusinasi pada lanjut usia merupakan fenomena yang disebabkan oleh penurunan ketajamn sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami kebingungan terhadap waktu atau tempat selama episode halusinasi. Adanya kebingungan menyatakan suatu kondisi organik. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi fokal yang lain. Pemeriksaan yang lebih lanjut diperlukan untuk menegakan diagnosis pasti (Hamilton, 1985).


Fungsi Visuospasial
    Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya usia. Meminta penderita untuk mencontoh gambar atau menggambar mungkin mebantu dalam penilaian. Pemeriksaan neuropsikoologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat terganggu (Kaplan et al, 1997; Hamilto, 1985)

Proses Berfikir
     Gangguan pada progersi fikiran adalah neologisme, gado-gado kata, sirkumstansialitas, asosiasi longgar, asosiasi bunyi, fligh of ideas, dan retardasi. Hilangnya kemampuan untuk dapat mengerti pikiran abstrak mungkin merupakan tanda awal dimentia.


   Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi, preokupasi somatik, kompulsi atau waham. Gagasan tentang bunuh diri atau pembunuhan harus dicari. Pemeriksaan harus menentukan apakah terdapat waham dan bagaimana waham tersebut mempengaruhi kehidupan penderita. Waham mungkin merupakan alasan unruk dirawat. Pasien yang sulit mendengar mungkin secara kliru diklasifikasikan sebagai paranoid atau pencuriga (Weinberg, 1995 ; Kaplan et al, 1997 ; Hamilton, 1985; Laitman, 1990)


Sensorium dan Kognisi
     Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan kognisi mempermasalahkan informasi dan intelektual (Weinberg, 1995; Hamilton, 1985)


Kesadaran
    Indikator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran, adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik. Pada keadaan yang berat penderita dalam keadaan somnolen atau stupor (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1995)


Orientasi
    Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan dengan gangguan kognisi. Gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan, hgangguan buatan, ganguan konversi dan gangguan kepribadian,terutama selama periode stres fisik atau lingkungan yang tidak mendukung (Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985). Pemeriksa harus menguji orientasi terhadap tempat dengan meminta penderita menggambar lokasi saat ini. Orientasi terhadap orang mungkin dinila i dengan dua cara : apakah penderita, mengenali namanya sendiri, dan apakah juga mengenali perawat dan dokter. Orientasi waktu diuji dengan menanyakan tanggal, tahun, bulan dan hari.

Daya Ingat
    Daya ingat dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan segera. Test yang diberikan pada penderita dengan memberikan angka enam digit dan penderita diminta untuk mengulangi maju dan mundur. Penderita dengan daya ingat yang tak terganggu biasanya dapat mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat jangka panjang diuji dengan menanyakan tempat dan tanggal lahir, nama dan hari ulang tahunanak-anak penderita. Daya ingat jangka pendek dapat diperiksa dengan beberapa cara, misalnya dengan menyebut tiga benda pada awal wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda tersebut diakhir wawancara. Atau dengan memberikan cerita singkat  pada penderita dan penderita diminta untuk mengulangi cerita taddi secara tepat/persis (Hamilton, 1985)

Fungsi Intelektual, Konsentrasi, Informasi dan Kecerdasan 
     Sejumlah fungsi intelektual mungkin di ajukan untuk menilai pengetahuan umum dan fungsi intelektual. Menghitung dapat diujikan dengan meminta penderita untuk mengurangi 7 dari angka 100 dan mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya sampai angka 2. Pemeriksa mencatat respons sebagai dasar untuk pengujian selanjutnya. Pemeriksa juga dapat meminta penderita untuk menghitung mundur dari 20 ke 1, dan mencatat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pemeriksaan tersebut (Kaplan etal, 1997; Hamilton, 1985). 


    Pengetahuan umum adalah yang berhubungan dengan kecerdasan. Penderita ditanya nama presiden Indonesia, nama kota besar di Indonesia. Pemriksa harus memperhitungkan tingkat pendidikan penderita, status sosial ekonomi dan pengalaman hidup penderita dalam menilai hasil dari beberapa pengujian tersebut. 


Membaca dan Menulis
    Penting bagi klinisi memeriksa kemampuan membaca dan menilis dan menentukan apakah penderita mempunyai defisit bicara khusus. Pemeriksa dapat meminta panderita membaca khisah singkat dengan suara keras atau menulis kalimat sederhana untuk menguji gangguan membaca atau menulis pada penderita. Apakah menulis dengan tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat (Hamilton, 1985).

Pertimbangan
    Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai dengan berbagai situasi. Apakah penderita menunjukkan gangguan pertimbangan apa yang akan dilakukan oleh penderita, misalnya jika ia menemukan surat tertutup, berperangko dan ada alamatnya dijalan anu? Apa yang kan dilakukan oleh penderita bila ia mencium bau asap disebuah gedung bioskp? Apakah penderita mampu mengadakan pembedaan? Apakah penderita mampu membedakan antara seorang kerdil dengan seorang anak? Mengapa seseorang memerlukan KTP atau surat kawin? dan seterusnya.

   Sebagian besar dari tatacara pemeriksaan psikologik/psikiatrik tersebut harus pula dimengerti oleh mereka yang berkecimpung dibidang geriatrik, karena pada seorang lanjut usia terdapat hubungan yang sangat erat antara gangguan fisik, gangguan psikologik dan sosial. Oleh karenanya berbagai pemeriksaan diatas biasanya juga dimasukkan dalam form assesmentgeriatrik (Kane 1995' Hadi Martono, 1997).

Beberapa Masalah di Bidang Psikogeriatrik
Kesepian
    Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seorang lanjut usia pada saat minggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran (Brocklenhurt-Allen,1987).


    Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara lansia yang hidup sendiri tidak mengalami kesepian, karena aktivitas sosial yang masih tinggi, tetapi dilain pihak terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang beranggotakan cukup banyak, tokh mengalami kesepian.


    Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat berarti, karena bisa bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran sosial penderita, disamping memerikan bentuan pengerjaan pekerjaan dirumah bila memang dapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.


Duka Cita (bereavement)
    Periode duka cita merupakan periode yang sangat rawan  dengan bagi seorang penderita lanjut usia. Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman dekat atau bahkan seekor hewan yang sangat disayangi bisa mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya akan memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatannya. Periode 2 tahun pertama setelah ditinggal mati pasangan hidup atau teman dekat tersebut merupakan periode yang sangat rawan. Pada periode ini orang tersebut justru harus di biarkan untuk dapat mengekspresikan dukacitanya tersebut. Sering diawali dengan perasaan kosong, kemudian diikuti dengan menagis dan kemudian suatu episode depresi. Depresi akibat duka-cita pada usia lanjut biasanya tidak bersifat self limiting. Dokter atau petugas kesehatan harus m asemberi kesempatan pada episode tersebut berlalu. Diperlukan pendamping yang penuh empati mendengarkan keluhan, memberikan hiburan dimana perlu dan tidakmembiarkan tiap episode berkepanjangan dan berjalan terlalu berat. Apa upaya diatas tidak berhasil, bahkan timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin diperlukan, dengan kemungkinan diberikan obat anti depresan.


Depresi
    Menurut kriteria baku yang dikeluarkan olah DSM-III R yang dikeluarkan oleh asosiasi Psikiater Amerika, diagnosis depresi harus memenuhi kriteria pada tabel 1.(Van der Cammen, 1991).
    
     Secara epidemilogik dinegara barat depresi dikatakan terdapat pada 15-20% populasi usia lanjut di pada li masyarakat. Insident bahkan lebih tinggi pada lansia yang ada di institusi. Dapatan di Asia angkanya jauh lebih rendah. Keadaan ini diduga kerena terdapat faktor sosio-kultural-religi yang berpengaruh positif. Hadi-Martono hanya mendapatkan angka 2,3% dari penderita lansia yang dirawat dibangsal geriatri akut yang menderita depresi. Angka dimasyarakat juga didapatkan lebih rendah (Hadi Martono, 1997).

     Depresi bukan merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh patologi tunggal, tetapi biasanya bersifat multifaktorial. Pada usia lanjut, dimana stres lingkungan sering menyebabkan depresi dan kemampuan beradaptasi sudah menurun, akibat depresi pada usia lanjut seringkali tidak sebaik pada usia muda (Van der Cammen, 1991). Prognosis dari depresi oleh post (1972) detentukan oleh beberapa hal (tabel 2).


Tabel 1.Kriteria DSM-III R*(1989) untuk diagnosis depresi
  1. Perasaan tertekan hampir sepanjang hari.
  2. Secara nyata berkurang perhatian atau keinginan untuk berbagai kesenangan, atau atas semua atau hampir semua aktivitas.
  3. Berat badan turun atau naik secara nyata, atau turun atau naiknya selera makan secara nyata.
  4. Insomnia atau justru hipersomnia
  5. Agitasi atainu retardasi psikomotorik
  6. Rasa capai/lemah atau hilangnya kekuatan.
  7. Perasaan tidak berharga, rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat (sering bersifat delusi).
  8. Hilangnya kemampuan untuk berfikir, berkonsentrasi atau membuat keputusan.
  9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati), pikiran berulang untuk melakukan bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau upaya bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri.
Ditambah Lagi
  • Tak dapat dibuktikan bahwa perasaan/ganguan tersebut disebabkan oleh gangguan organik.
  • Gangguan tersebut bukan suatu reaksi normal atas kematian seseorang yang dicintainya (komplaksi duka-cita)
  • Pada saat gangguan tersebut tidak pernah menjadi ilusi atau halusinasi selama berturut-turut 2 minggu tanpa adanya gejala perasaan hati yang nyata (misal sebelum gejala perasaan hati menjadi lebih baik)
  • tidak merupakan superimposing pada suatu skizofrenia, gangguanskizofreniagguan delusional atau psikotik
           *DSM-III R. Diagnostic ang Statiscal Manual Disorder (dari Van der Cammen, 1991)

Tabel 2. Prognosis depresi pada usia lanjut
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Usia < 70 tahun
Riwayat keluarga adanya penderita depresi atau manik
Riwayat pernah depresi berat (sembuh sempurna) sebelum usia 50 tahun
Kepribadian ekstrovert dan tempramen yang datar 
(Tak berubah-ubah)
Usia>70 tahun dengan wajah tua
Terdapat penyakit fisik serius + disabilitas

Riwayat depresi terus menerus selama 2 tahun

Terbukti adanya kerusakan otak,misal gejala neurologik dadanya dementia
  Dari Van der Cammen, 1992

Diagnosis
    Anamnesi merupakan hal yang sangat penting dalam diagnosis  depresi dan harus diarahkan pada pencarian terjadinya berbagai perubahan dari fungsi terdahulu, dan terdapatnya 5 atau lebih gejala depresi mayor seperti disebutkan pada definisi depresi di atas. Alloanamnesis dengan keluarga atau infornman lain bisa sangat membantu.


      Gejala depresi pada usi lanjutsering hanya berupa apatis dan penarikan diri dari aktivitas sosial, gangguan memori, perhatian serta memburuknya kognitif secara nyata. Tanda disfori atau sedih yang jelas seringkali tidak terdapat. Seringkali sukar untuk mengorek adanya penurunan perhatian dari hal-hal yang sebelumnya disukai, penurunan nafsu makan, aktivitas aau sukar tidur.


     Depresi pada usia lanjut seringkali kurang atau tidak terdiagnosis karena hal-ha berikut :
  • Penyakit fisik yang diderita sering kali mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah lelah dan penurunan berat badan 
  • Golongan lanjut usia sering kali menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukkan bahwa dia lebih aktif
  • Kecemasan, obsesionalitas, histeria dan hipokondria yang sering merupakan gejala depresi justru sering menutupi depresinya. Penderita dengan hipokondria, misalnya justru dimasukkan ke bangsal penyakit dalam atau Bedah (misalnya kerena diperlukan penelitian untuk konstipasi dan lain sebagainya).
  • Masalah sosial yang juga diderita sering kali membuat gambaran depresi menjadi lebih rumit.

     Mengingat hal-hal tersebut diatas, maka salam setiap asesmen geriatri seringkali disertakan form pemeriksaan untuk depresi, yang seringkali berupa skala depresi geriatrik (GDS) atau skala penilaian (depresi) Hamilton (Hamilton Rating Scale = HRS)


Penatalaksanaan
      Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik, penatalaksanaan dan penegahan sosial dan penatalaksanaan farmakologik. Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita menunjukkan gejala (Van derCammen, 1991)
  • Masalah diagnosti yang serius 
  •  Resiko bunuh diri tinggi
  • Pengabaian diri (self neglect) yang serius
  • Agitasi, Delusi atau halusinasi berat
  • Tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang diberikan
  • Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan psikiatrik lain
     Diantara obat-obat depresi harus dipilih dan disesuaikan dengan keadaan dan gejala yang diderita. Untuk penderita yang secara fisik aktif, sebaiknya tidak diberikan obat yang memberikan efek sedatif, sebaliknya penderita yang agiatif golongan obat tersebut mungkin diperlukan.


Tabel 3. Berbagai pilihan obat antidepresan
Antidepresan Trisiklik
  • yang bersifat sedatif : Amitriptilin, Dotipin
  • sedikit bersifat sedatif :Imipramin, Nortriptilin, Protriptilin
Antidepresan yang lebih baru
  • bersifat sedatif : Trasodon, mianserin
  • kurang sedatif : maprotilin, lofepramin, flufoksamin
                                       
   Walaupun obat golongan litium mungkin bisa memberikan efek, terutama penderita dengan depresi manik, obat ini sebaiknya hanya diberikan setelah berkonsultasi pada psikiater. Obat juga harus diberikan dengan dosis awal rendah dan berhati-hati bila terdapat penurunan fungsi ginjal.

Gangguan Cemas
     Gangguan cemas dibagi dalam beberapa golongan, yaitu fobia, gangguan panik, gangguan cemas umum, gangguan stres paska trauma dan gangguan obsesif-kompulsif. Puncak insidensi antara usia 20-40 tahun, dan prevalensi pada lansia lebih kecil dibandingkan pada dewasa muda. Pada usia lanjut seringkali gangguan cemas  ini merupakan kelanjutan dari dewasa muda. Awitan yang terjadi pada usia lanjut biasanya berhubungan/sekunder akibat depresi, penyakit medis, efek samping obat atau gejala panhentian mendadak dari suatu obat (Reuben et al, 1996).

     Gejala dan pengobatan pada usia lanjut hampir serupa dengan pada usia dewasa muda, oleh karenaya tidak akan idsinggung lebih mendalam.

Psikosis pada Usia Lanjut
    Berbagai bentuk psikosis bisa terdapat pada usia lanjut, baik sebagai kelanjutan kedaan pada dewasa muda atau yang timbul pada usia lanjut. Pada dasarnya jenis dan penatalaksanaanya hampir tidak berbeda dengan yang terdapat pada populasi dewasa muda. Walaupun beberapa jenis khusus akan disinggung sedikit berikut ini.

Parafrenia
    Suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdapat pada lanjut usia yang ditandai dengan waham (biasanya waham curiga dan menuduh), sering penderita merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat membunuhnya (Brocklehurst-Allen, 1987). Biasanya terjadi pada individu yang terisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial. Apabila waham tersebut menimbulkan keributan antar tetangga atau bahkan skandal, pemberian terapi dengan derivat fenotiasin sering bisa menenangkan (Brocklehurst-Allen, 1987)

Sindroma Diagenes
    Suatu keadaan dimana seorang lanjut usia menunjukkan penampakkan perilaku yang sangat terganggu. Rumah atau kamar yang sangat kotor, bercak dan bau urine dan feses dimana-mana (karena sering penderita terlihat bermain-main feses/urine). Tikus berkeliaran dan lain sebagainya. Penderita menumpuk barang-barangnya dengan tidak teratur ("nyusuh").
Individu lanjut usia yang menderita keadaan ini biasanya mempunyai IQ yang tinggi, 50% khasus intelektualnya normal (Brocklehurst-Allen, 1987). Mereka biasanya menolak untuk dimasukkan keinstitusi. Upaya untuk mengadakan peraturan/pembersihan rumah/kamar, biasanya akan gagal, karna setelah beberapa waktu hal tersebut akan terulang kembali.

Kesimpulan
     Bahwa pelayanan geriatri di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang palayanan kesehatan di Indonesia untuk itu pengetahuan mengenai geriatri harus sudah merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan. Dalam hal ini pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah satu diantara berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tata cara pemeriksaan dasar psikogeriatri oleh karena itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assesment geriatri, antara lain mengenai pemeriksaan gangguan mental. Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan lain.